Masjid Harus Ramah Anak
Jika di suatu masa kalian tidak mendengar gelak tawa anak-anak, riang gembira di antara shaf shalat di masjid-masjid, maka sesungguhnya takutlah kalian akan datangnya kejatuhan generasi muda di masa itu. —Muhammad al-Fatih, Penakluk Konstantinopel
Anak adalah anugerah yang sangat luar biasa sekaligus amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Tugas orangtua bukan hanya menyediakan tempat tinggal yang nyaman, makanan yang cukup, dan kasih sayang yang berlimpah. Namun, orangtua juga dituntut mendidik buah hati untuk beribadah, termasuk mendidik anak-anak untuk shalat.
Cara mudah mengenalkan anak tentang shalat adalah dengan mengajak mereka shalat berjamaah di masjid. Dengan begitu, secara tidak langsung masjid menjadi selalu ramai dan makmur. Seiring berjalannya waktu, anak-anak itu akan tumbuh dewasa dan mereka sudah akrab dengan rurnah Allah.
Karena itu, sangat disayangkan jika masih ada jamaah atau pengurus masjid yang memarahi atau bahkan mengusir anak-anak keluar dari masjid hanya lantaran mereka khawatir kebiasaan anak-anak yang suka bermain itu akan mengganggu kekhusyukan orang yang sedang menunaikan ibadah di masjid.
Anak-anak perlu dilatih akrab dengan masjid. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis menjelaskan, Rasulullah SAW sendiri berinteraksi dengan anak-anak ketika shalat di masjid. “Pernah Rasulullah SAW shalat sambil digelendotin cucunya,” kata Kiai Cholil kepada Majalah Gontor.
Lebih baik anak ramai di masjid daripada di jalan atau tempat-tempat maksiat. Dengan penjelasan orangtua, lambat-laun anak akan lebih mengerti bahwa masjid sebagai tempat ibadah, bukan tempat bermain. “Orangtua atau takmir perlu memberi tahu anak-anak bahwa masjid adalah tempat ibadah. Jangan dihardik jika bermain di masjid,” tegasnya.
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla (JK) juga meminta pengurus masjid tidak terlalu keras agar anak-anak mau belajar shalat dan mengaji ke masjid. Jika pengurus masjid terlalu keras, anak bisa semakin jauh dari masjid. “Kalau agak ribut sedikit, dipisahlah,” katanya saat peresmian Masjid Raya Bukaka, Bone (16/12/2022).
Menurut Ustadz Abdul Somad (UAS), tidak ada masalah bila orangtua membawa anak ke masjid. Justru dengan pola seperti itu kemakmuran masjid akan terjaga hingga lintas generasi. “Kalau di masjid masih ada anak kecil, insya Allah sampai hari kiamat tidak akan pernah putus orang shalat. Jangan marah ke anak kecil,” kata UAS dalam bedah buku 99 Tanya Jawab Seputar Shalat di Masjid al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan (19/8/2022).
Jika sudah pada fase mumayiz, murahiq, apalagi baligh, anak-anak boleh dibawa ke masjid. Mumayiz adalah anak-anak yang sudah bisa membedakan mana baik dan mana buruk, tapi belum aqil baligh . Murahiq adalah anak-anak yang menjelang usia baligh . Karena anak-anak pada fase tersebut sudah bisa mendengarkan arahan dari orangtua.
Agar anak-anak tidak terlalu mengganggu, ini bisa disiasati dengan pengaturan shaf ketika shalat. “Kalau anak-anak sudah cukup syarat, maka boleh berada di shaf orang dewasa. Tapi karena mayoritas anak di Indonesia kadang wudhu belum sempurna dan belum khitan, maka solusinya ditempatkan di shaf belakang,” tutur UAS.
Sejak zaman Rasulullah SAW, sudah lazim ada anak kecil di masjid. Perilaku anak di zaman itu pun tidak jauh berbeda dengan perilaku anak kecil di zaman ini, yaitu sama-sama suka bermain. Tidak bisa dipungkiri, tabiat anak-anak memang suka bermain. Namun, itu tidak bisa jadi alasan untuk menjauhkan anak-anak dari masjid.
Teladan Rasulullah SAW dalam menjadikan masjid ramah anak dapat dilihat dalam banyak riwayat hadis. Abu Qatadah ra. menuturkan, “Aku melihat Rasulullah SAW mengimami shalat sambil menggendong cucunya, Umamah binti Zainab binti Rasulullah di pundaknya. Jika beliau akan sujud, anak tersebut diturunkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan redaksi yang sedikit berbeda, Imam Muslim dan Nasa’i juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengimami orang-orang sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah di lehemya. Apabila rukuk, beliau menaruhnya dan bila bangkit dari sujud, beliau mengambilnya kembali.
Imam Nasa’i dan Hakim juga meriwayatkan dari Abdullah bin Syaddad ra., Rasulullah SAW datang ke masjid untuk shalat Isya’, Zuhur, Ashar sambil membawa salah satu cucunya yakni Hasan atau Husein, lalu Rasulullah SAW maju ke depan untuk mengimami shalat dan meletakkan cucunya di sampingnya, lalu bertakbiratul ihram memulai shalat.
Di tengah shalat, beliau sujud lama sekali, tidak seperti biasanya. Syaddad yang penasaran itu pun mengangkat kepala untuk mencari tahu apa gerangan yang terjadi dan melihat cucu Rasulullah naik ke pundak Rasulullah SAW yang sedang bersujud. Setelah melihat kejadian itu, Syaddad kembali sujud bersama makmum lainnya.
Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan shalat, sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, baginda sujud lama sekali sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu.” Rasulullah SAW menjawab, “Bukan itu yang terjadi, tapi tadi cucuku menunggangi punggungku. Saya tidak suka memutus kesenangannya hingga dia puas.” (HR. Nasa’i dan dinilai sahih oleh Hakim)
Rasulullah SAW begitu lembut terhadap anak-anak dan kerap merasa kasihan kepada anak kecil yang menangis. Ketika mendengar ada anak-anak yang menangis, Rasulullah SAW tidak memanjangkan shalatnya. Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan imam shalat untuk mempercepat shalat ketika ada suara tangisan anak kecil.
“Pada saat mulai shalat, terkadang saya ingin shalat agak panjang, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil yang dibawa ibunya ke masjid, maka saya pun mempersingkat shalat karena saya tahu betapa ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian mengimami orang-orang, ringankanlah shalat karena di antara mereka ada anak kecil, orangtua, yang lemah, dan sakit. Apabila shalat sendiri, panjangkanlah sesukamu. Dan Rasulullah SAW itu meringanlcan shalat jamaah, serta menyempurnakannya.” Oleh Muhammad Khaerul Muttaqien
—————————————————
Kehangatan Masjid Ramah Anak Menyambut Ramadhan
Ibadah ke masjid bukanlah soal perjalanan kald, namun soal perjalanan hati. Ke masjid itu sampai tua, bukan kalau sudah tua baru ke masjid. Ke masjid sampai mati, bukan sudah mati baru ke masjid.
Jika hati sudah terpaut dengan masjid, maka tidak ada kata susah untuk datang melangkahkan kaki menuju masjid. Demikian halnya dengan hati para jamaah kecil yang masih suci. Jika sejak kecil mereka sudah terbiasa menghabiskan waktu di masjid, bukan tidak mungkin kelalc dewasa mereka jugalah yang menjadi barisan terdepan memakmurkan masjid.
Konsep masjid ramah anak (children friendly) merupakan suatu konsep solusi dimana anak bisa nyaman dan aman dalam belajar menjalankan ibadah, sekaligus melakukan aktivitas lainnya di area masjid.
Menciptakan masjid ramah anak memang membutuhkan kesiapan optimal dari pengurus masjid, tata ruang, dan kesadaran tinggi seluruh jamaah. Di Indonesia beberapa masjid sudah mulai menerapkan konsep masjid ramah anak dengan beragam kesiapannya.
Progam-progam keumatan yang juga menyasar antusias jamaah cilik antara lain berbagi makanan gratis, dongeng anak Islami, atau santunan anak yatim, juga semakin bertambah maksimal persiapannya. Semua dilakukan demi menebar senyum dan melekatkan hati mereka dengan masjid. Berikut ulasan beberapa masjid ramah anak di Indonesia:
Masjid Raya Al-Falah, Sragen, Jawa Tengah
Kepada Majalah Gontor, salah seorang pengelola Masjid Raya Al-Falah Sragen, Hardi, menuturkan bahwa Masjid Raya Al-Falah adalah masjid yang in syaa Allah sangat ramah anak. Masjid ini mencoba mengamalkan prinsip rahmatan lil’alamin, bahwa Islam itu datang untuk membawa berkah bagi seluruh alam.
Semua itu bisa dilihat dari beragam kegiatan di masjid ini yang ramah segalanya, seperti makan, minum, parfum, penginapan, dan tempat nongkrong gratis, juga meng-0-kan bahkan pernah mem-minus-kan saldo tiap akhir bulan untuk memakmurkan jamaahnya.
Sebelumnya, Masjid Jogokariyan, Yogyakarta telah menjadi perbincangan hangat karena manajemen masjidnya yang cukup baik. Kini, giliran Masjid Raya Al-Falah Sragen yang menjadi perbincangan karena beragam programnya yang unik.
“Masjid ini juga telah menjadi Masjid Percontohan Nasional setelah Masjid Jogokariyan Yogyakarta, serta banyak kunjungan dari takmir masjid seluruh Indonesia dengan manajemen masjid,” lengkap pria asal Sragen, Jawa Tengah tersebut.
Masjid Al-Falah buka selama 24 jam dengan pintu masjid yang tetap dibiarkan terbuka dan tidak pemah dikunci. Area masjid ini pun kerap diramaikan dengan berbagai aktifitas jamaah baik yang bersantai, mengikuti kajian, menikmati makan gratis, penginapan gratis bagi musafir bak hotel, atau juga anak-anak kecil yang sedang bermain-main.
Pengurus masjid tidak pernah menegurnya, bahkan saat anak kecil berteriak-teriak maka akan dibiarkan saja. Mereka mengatakan bahwa biarkan saja anak-anak itu bermain di masjid biar mereka semakin cinta dengan rumah Allah. Meski begitu, untuk kebersihan dan keamanan masjid pun tetap terjamin dan dibantu dengan kamera CCTV.
Sebagaimana slogan Masjid Raya Al-Falah “Dari Masjid Kita Bangkit”, masjid ini terus konsen membahagiakan hati anak-anak lewat program, Bahagiakan Anak Yatim, Festival Anak Sholeh (FAS), Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), dan Taman Bermain di area masjid.
Selain serangkaian acara ramah anak di atas, Hardi juga membocorkan alcan rencana program main bareng di hari Ahad, yang akan dikonsep seperti program Pasar Ahad Pagi Al-Falah. Sedangkan dalam menyambut bulan suci Ramadhan, Hardi dan tim pengelola masjid juga berupaya untuk mengadakan acara menarik untuk anak-anak.
“Sosialisasi dan ajakan untuk meramaikan acara Ramadhan anak, pihak masjid juga akan menyediakan snack berupa jajanan kesukaan anak-anak,” tutupnya sebagai bentuk strategi menarik minat jamaah anak-anak.
Biasanya ketika Ramadhan tiba, DKM akan menyediakan buka puasa dan sahur Ramadhan sebanyak 2000 porsi. Istimewanya lagi DKM masjid ini juga memberangkatkan umrah bagi jamaah shalat Tarawih yang paling rajin shalat.
Masjid Andalusia Islamic Center, Jawa Barat
Masjid Andalusia Islamic Center (AIC) digagas oleh Yayasan Pusat Islam Andalusia yang dipimpin oleh M Syafii Antonio. Pembangunan AIC ini terinspirasi akan kejayaan peradaban kekhalifahan Islam di Andalusia.
Visi Masjid Andalusia ini ialah menjadi oase spiritual dan intelektual Islam yang memberikan pencerahan, kesejukan, dan pemberdayaan, serta wawasan rahmatan lil alamin. Agar visi tersebut dapat menjangkau luas ke seluruh lapisan masyarakat, masjid yang mendapat Juara Nasional Masjid Ramah Anak versi Dewan Masjid Indonesia ini pun memiliki program khusus anak diantaranya yakni Andalusia Islamic Camp For Kids.
Konsep masjid ramah anak (children friendly) merupakan suatu konsep solusi agar anak bisa nyaman dan aman dalam belajar menjalankan ibadah, sekaligus melakukan aktivitas lainnya di area masjid.
Andalusia Islamic Camp (AIC) hadir karena kepedulian terhadap anak-anak untuk meningkatkan pemahaman al-Qur’an mereka. AIC juga diharapkan bisa menjadi wadah pendidikan dan sebagai bagian dari ibadah, serta berwawasan Islami. AIC sendiri ditujukan untuk anak usia 7-18 tahun dan diselenggarakan pada bulan Desember, masa liburan sekolah anak.
Acara outdoor selama satu pekan ini tentunya akan selalu mengedepankan keseruan dan keceriaan para peserta. Nantinya, peserta juga akan dipandu oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Andalusia untuk belajar berkuda, memanah, games outdoor, dan mendengarkan kisah hikmah dari al-Qur’an. Selain itu, film anak Islami juga disiapkan panitia guna menambah nuansa interaktif pada penyampaian materi keislaman pada anak.
Masjid Jami Miftahul Jannah DKI Jakarta
Masjid Jami Miftahul Jannah yang terletak di Metland, Jakarta Timur ini memiliki fasilitas lengkap untuk anak. Torif Adi, Ketua DKM Miftahul Jannah menjelaskan bahwa di masjid ini ada seksi remaja yang ramah untuk anak dan dipersembahkan untuk mereka.
Disini pun disediakan wifi gratis, fasilitas olah raga untuk anak, lapangan futsal, dan memanah. Selain itu juga disediakan perpustakaan serta Taman Pendidikan al-Quran.
Masjid ramah anak ini juga telah beberapa kali menjuarai lomba DMI diantaranya Juara 3 Lomba Binaul Masjid 2019 dan Juara 2 di tahun 2021.
Salah satu program unggulan di masjid ini ialah Program Jamaah Plus, dimana setiap jamaah harus membawa jamaah lainnya, agar ke depan masjid akan dipenuhi jamaah dan makmur.
Masjid Nurul Huda, Sidoarjo, Jawa Timur
Berhasil menjadi Juara 2 Kategori Tipologi Masjid Jami’ Tingkat Nasional dan Juara 3 Kategori Ramah Anak Tingkat Nasional versi DMI Award 2022, membuat masjid ini semakin menarik untuk dikaji.
H Agus Yunif Anwarudin, Takmir Masjid mengatakan, “Kita harus meranglcul anak-anak agar lcerasan di masjid karena mereka adalah aset umat. Menyediakan tempat yang nyaman buat mereka terutama penyikapan agar lebih ramah. Anak-anak datang, kita sambut.”
Ia menambahkan yang paling utama adalah penyikapan yang sama dari semua takmir agar bersikap ramah kepada anak-anak. Contohnya, ketika anak-anak ramai saat shalat, maka para takmir perlu memalduminya, namun mengarahkan.
Banyak hal yang dilakukan agar masjid ini menjadi tempat yang nyaman untuk anak, diantaranya dengan menyediakan kulkas berisi minuman dingin serta halaman depan masjid yang luas untuk mereka bermain. “Anak-anak juga terlibat menyiapkan minuman di dua lemari es di serambi masjid. Dengan begitu mereka merasa ikut memiliki masjid ini,” jelasnya.
“Setiap usai shalat Jumat kita juga membagikan nasi bungkus. Dimana yang royokan juga anak-anak. Begitu juga saat Ramadhan, yang berebut ya anak-anak. Kita berupaya keras agar mereka nyaman di sini. Sekali lagi anak-anak adalah aset umat,” pungkasnya. Oleh Edithya Miranti
—————————————-
Program Unggulan DMI: Masjid Ramah Anak
Dr H Imam Addaruqutni MA Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI), Wakil Rektor PTIQ Jakarta Selatan, dan Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat.
Masjid merupakan tempat yang representatif dan akomodatif untuk anak melakukan aktivitas. Kare-nanya, masjid harus memberikan perhatian lebih untuk fasilitas anak bermain, agar anak semakin mengenal masjid di usia dini.
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Dr H Imam Addaruqutni, MA mengatakan, DMI memiliki program unggulan bernama Masjid Ramah Anak, di antara tujuannya yaitu untuk mendekatkan anak ke masjid.
“Kreativitas pengurus masjid menjadikan program ramah anak menjadi tantangan tersendiri di tengah membanjirnya permainan pada gadget anak,” ungkapnya kepada Majalah Gontor saat ditemui di kampus PTIQ Jakarta Selatan, Kamis (19/1).
Imam mengatakan, masjid bisa menjadi play ground atau pusat bermain anak. Jangan sampai ada pengumuman anak-anak dilarang bermain di masjid. “Jika ada masjid yang mela-rang anak bermarn di area lingkungannya maka masjid itu tidak ramah anak,” tuturnya.
Berikut kutipan wawancara wartawan Majalah Gontor, Fathurroji NK, bersama Sekretaris Jemleral Dewan Masjid In-donesia (DMI) Dr H Imam Addaruqutni, MA yang juga Wakil Rektor PTIQ Jakarta Selatan, dan Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat.
Apa yang melatarbelakangi program masjid ramah anak?
Era pembangunan yang sangat pesat berbarengan dengan budaya digital secara massif, internet yang tidak asing, dan penggunaan gadget yang tinggi, sementara dunia internet yang begitu bebas, menjadikan masjid mengalami semacam keterputusan generasi sehingga masjid jauh dari anak.
Sementara anak asyik dengan permainan di gadget, tingkat krim.inalitas di luar yang cukup tinggi sehingga anak terisolasi dari masjid. Bahkan terkadang orang tua melarang keluar. Berlatar be-lakang itu, maka masjid dalam pemikiran DMI perlu direvitalisasi perannya, dalam konteks ini menjadikan masjid ramah anak.
Bagaimana konsep sederhana masjid ramah anak?
Konsep ramah anak itu, seperti umumnya tingkah laku anak itu cenderung sembro-no, kurang memikirkan akibatnya. Padahal masih banyak masjid yang lantainya licin, instalasi listrik yang kurang rapi yang bisa membahayakan anak, atau sarana masjid yang belum memiliki play ground untuk anak.
Bagaimana tanggapan Anda terhadap masjid yang melarang anak bermain?
Justru sebaiknya anak bermain di masjid. Bagaimana bisa mendatang-kan generasi masjid, jika anak dila-rang bermain di masjid? Ketika kami keliling ke beberapa masjid, masih ada papan pengumuman di masjid yang bertuliskan anak-anak dilarang bermain. Semoga masjid bisa lebih memperhatikan anak-anak yang sudah mau di masjid.
Kami beranggapan bahwa transformasi budaya yang semakin pragmatis, jika tidak difilter akan berbahaya bagi anak. Itu semua akan mempengaruhi kehidupan anak, dalam jangka panjang bisa berbahaya untuk anak. Karena itu, gagasan DMI ingin menyambungkan kembali atau menghidupkan kembali regenerasi masjid. Dengan menghadirkan play ground atau tempat bermain anak di masjid, sehingga anak bisa bermain dengan leluasa dan menyenangkan.
Kira-kira apa manfaat jika masjid ada play ground?
Revitalisasi terhadap fungsi masjid ini, jika ini diadakan lagi in syaa Allah masjid menjadi tempat yang paling aman untuk bermain. Bisa menjadi tempat yang paling menyenangkan bagi keluarga untuk membawa anak-nya ke masjid. Baru-baru ini, kami ke Kalimantan Tengah meresmikan masjid baru, yang dilengkapi play ground dan bisa diakses free. Dan itu bisa mendekatkan anak dan orangtua ke masjid. DMI juga sudah menghidupkan 3500 PAUD berbasis masjid. Ketika anak di PAUD sudah ada tempat untuk bermain anak.
Anak-anak itu memiliki dunia bermain, tapi jangan tanpa isi, untuk itu masjid harus merancang untuk melibatkan anak-anak milenial yang juga sebagai remaja masjid untuk ikut serta dalam menjembatani anak ke masjid. Bahkan masjid hendaknya juga memberikan akses wifi gratis.
Manfaat lain dari masjid untuk anak-anak?
Masjid tempat sosialisasi yang paling efektif, karena di sana ada orangtua, ada teladan-teladan, tokoh-tokoh, anak-anak juga diperkaya spiritual dan pengalamannya. Dan ini harus dihidupkan pada saat ini, jika tidak dihidupkan anak-anak akan menjadi generasi yang sesuai budaya sekarang, yang semuanya terkooptasi dengan sistem yang tercerabut dari nilai-nilai ajaran Islam.
Untuk menyiapkan masjid yang ramah anak, apa yang dilakukan DMI?
DMI selama ini telah mengadakan pelatihan, baik pelatihan manajemen masjid yang berlangsung secara bertahap di masjid-masjid. Pelatihan manajemen program-programnya, saya sendiri juga melatih masjid-masjid. Masjid juga harus membuat program yang menarik untuk remaja, dengan mengundang pembicara yang mengerti tentang remaja, ustadznya harus benar-benar memahami karakter anak sehingga tidak asing dalam menyampaikan.
Bagaimana Nabi Muhammad memperlakukan anak di masjid?
Suatu saat Nabi yang rumahnya menempel dengan masjid, masjid
semakin penuh dan kemudian Nabi membuat tsaqifah yang bicara tentang politik, tsaqifah yang bicara bisnis, tsaqifah tentang pemberantasan buta huruf. Kalau sudah selesai shalat, dari masing-masing tsaqifah banyak ber-tanya tentang apa saja. Nah, tiba-tiba ada anak-anak bermain, salah satunya anak Yahudi, yang tiba-tiba kencing di masjid. Melihat anak kencing di masjid, Umar bin Khattab berdiri mau memukul anak itu, tapi Nabi melarang memukulnya.
Berapa jumlah masjid ramah anak saat ini?
Kami sudah menjadikan ini menjadi Gerakan DMI. Saat ini jumlah masjid yang menerapkan masjid ramah anak masih jauh dan sedikit. Karena kami baru mulai. Begitu juga manajemen masjid masih jauh dari ideal. Karena tidak melakukan manajemen yang bagus.
Selama ini pengelolaannya asal ada yang dituakan, ada yang adzan, kran tidak bocor, tapi bagaimana memikirkan bagaimana manusianya, padahal itu semua bisa tumbuh kalau masjid berbasis program, dan berba-sis pada masyarakat banyak. Jadi kalau anak-anak bisa masuk ke masjid, secara tidak langsung orangtua ikut mengawasi.
Apa imbauan DMI menjelang datangnya Ramadhan?
Menjelang puasa Ramadhan, remaja masjid banyak yang meramaikan masjid. Remaja ini karena posisinya antara out going dan young generation harus dikelola dengan baik. Masjid juga harus memikirkan internetisasi masjid. Masjid ramah anak ini kalau boleh menjadi program unggulan di semua masjid yang ada di Indonesia, maka masjid akan lebih makmur, sejahtera dan lebih bagus. Anak akan membu-tuhkan tempat yang paling akomoda-tif, dan itu ada di masjid. Para DKM, orangtua, takmir, harus memikirkan percepatan program masjid ramah anak ini. –FATHURROJI
————————————–
Membangun Masjid Ramah Anak
Membangun masjid ramah anak, akan lebih baik jika dimulai dari membangun lingkungan sosial yang kondusif di masjid.
Masjid menempati posisi yang strategis di masyarakat. Bagaimana suatu masjid dalam sebuah masyarakat mencerminkan kekhasan masyarakat tersebut. Semarak keberagamaan, aliran keagamaan, bahkan kebudayaan, dapat dibaca salah satunya melalui masjid. Selain menjadi pusat ibadah, masjid menjadi satu dari sekian sarana untuk memberdayakan masyarakat, tak terkecuali anak-anak.
Lingkungan masjid merupakan tempat yang pas untuk mendidik anak. Pendidikan Al-Qur’an atau taman baca Al-Qur’an tak lepas dari masjid. Kegiatan-kegiatan bernuansa Al-Qur’an menjadi menarik apabila dilaksanakan di masjid. Maka tidak salah jika dikatakan bahwa anak-anak merupakan kelompok yang ikut meramaikan masjid.
Selain menjadi tempat belajar Al-Qur’an, masjid juga tempat mereka bermain. Tak jarang masjid di Indonesia menyediakan tempat bermain bagi anak-anak di pekarangan masjid. Ini tentu memberikan dampak yang sangat positif, karena masjid menjadi salah satu pengisi memori anak-anak. Jika kita masih menemukan hal ini di masyarakat, maka perlu menjadi sebuah kesyukuran. Bagaimana tidak, saat ini karena pengaruh zaman, anak-anak lebih sering bermain dengan gawai dan terkurung dalam ruang sempit daripada bermain bebas lepas di ruang terbuka bersama teman-teman.
Seringkali kita temukan masjid-masjid yang penuh dengan anak-anak di waktu shalat fard-hu. Bagi sebagian orang, ini sangat mengganggu. Anak-anak kerap berteriak-teriak, bermain dan berlari saat shalat berlangsung. Hal ini dinilai mengganggu kekhusyukan jama’ah shalat lainnya. Kendati demikian, ada beberapa hal positif yang dapat diambil dari fenomena ini.
Jika di masjid ditemukan banyak anak-anak pada waktu shalat, berarti mereka memiliki keterikatan dengan masjid. Jika waktu shalat tiba, hal pertama yang terpatri pada ingatan mereka adalah mendatangi masjid, terlepas mereka bermain atau tidak di waktu shalat. Tentu ini adalah pertanda baik. Anak-anak pada akhirnya akan terbiasa ke masjid setelah mendengaar suara adzan.
Rasulullah shallallahu `alayhi wasallam pernah membawa Umamah binti Zainah yang kala itu ma-sih anak-anak ke masjid. Ini mengisyaratkan kebolehan membawa anak-anak ke masjid. Para ulama’ pun sepakat tentang hukum asal membawa anak kecil ke masjid, yaitu dibolehkan. Sebagian ada yang ber-pendapat makruh dengan beberapa ketentuan, namun tidak sampai melarang membawa anak kecil ke masjid.
Selanjutnya, yang menjadi tugas kita sebagai orang dewasa adalah melakukan control terhadap anak-anak di masjid. Membangun masjid ramah anak, akan lebih baik jika dimulai dari membangun lingkungan sosial yang kondusif di masjid. Orang dewasa seharusnya dapat mendampingi setiap anak yang pergi ke masjid. Pendampingan ini tidak hanya berarti untuk orang tua, melainkan untuk semua orang dewasa aqil baligh. Dengan memisahkan anak-anak dari teman-temannya selama di masjid, dan menempatkannya diantara orang dewasa, ini akan mengontrol kebisingan di masjid. Pongontrolan semacam ini membutuhkan kesadaran kolektif dari setiap anggota masyarakat.
Selain melakukan pengontrolan secara kolektif di masjid, orang tua juga perlu menasehati anak-anak saat di rumah. Orang tua diharapkan memberikan pengarahan terhadapa anak, apa yang harus dilaku-kan oleh anak saat di masjid. Kedua hal ini, penga-wasan sosial dan pembekalan oleh orang tua, harus berjalan secara bedampingan.
Arsitektur masjid juga berpengaruh dalam mewujudkan masjid ramah anak. Masjid yang memiliki serambi dan halaman, cenderung lebih dapat mengurangi resiko keributan di waktu shalat. Anak-anak bermain di ruang ibadah karena mereka tidak memiliki cukup ruang untuk mengekspresikan keinginan bermain mereka. Hal ini juga menjadi salah satu tantangan. Minimnya lahan untuk membangun masjid, seringkali menyisakan lahan yang hanya cukup un-tuk ruang ibadah.
Bagaimanapun, kehadiran anak-anak di masjid harus disambut dengan baik. Mereka merupakan generasi penerus. Jika tak dibiasakan braktivitas di masjid, bisa jadi ketika mereka branjak dewasa, tak termotivasi untuk menghidupkan rumah Allah.
Oleh Achmad Resa Pengurus Harian Yayasan Bentala Tamaddun Nusantara/Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Filsafat UGM
Sumber: Majalah Gontor, Sya’ban-Ramadhan 1444H/ Maret 2023 Edisi 11 Tahun XX